Tahun 1991 adalah tahun penuh arti bagi Dewi Motik. Betapa tidak,
tahun inilah dia mendapatkan cobaan yang cukup berat dan sulit. Oleh seorang
warga Amerika, ia dituduh anti kenaikan upah buruh. Tuduhan yang diberikan
kepadanya, tidak tanggung-tanggung bertanya, fotonya disebar-luaskan di seluruh
penjuru dunia sebagai profil wanita penekan buruh dari Indonesia. Akhir-akhir
ini Dewi Motik sering menjadi sorotan pembicaraan masyarakat. Selain hal
semacam di atas, ia memang termasuk tokoh yang acap kali menjadi pembicara di
berbagai forum, juga aktif di berbagai kepanitiaan secara akbar semacam
Festival Istiqlal. Yayasan Putri Ayu yang dipimpin dan didirikannya sejak tahun
1981, menjadi perdebatan nasional. Sampai sekarang pemilihan putri ayu sudah
terlaksana 11 kali memperebutkan piala Ibu Tien Suharto. Pemerintah pun seperti
tidak keberatan kalau Yayasan Putri Ayu, mengirim pemenang tahun 1991 (gadis
keturunan Suku Dayak – Kalimantan) pada acara Miss Universe ke Bangkok.
Disamping itu, belakangan ini juga, Dewi Motik berhasil melakukan ekspansi
bisnisnya. Dia bekerjasama dengan Departemen
Transmigrasi membuka areal seluas 5000 ha di Sumatera Selatan. Di sana mereka
membuka lahan PIR yang diperbaharui dengan dana dari Bank Dunia. Kesuksesan
lain: tahun 1991, Dewi Motik berhasil merampungkan pembangunan IWAPI berlantai
4 di Kali Pasir, Jakarta, sebagai perwujudan perjuangannya mengembangkan
ketrampilan kaum wanita Indonesia. Semua itu dilakukannya demi kesejahteraan
kaum hawa itu secara khusus, dan kesejahteraan bangsa secara umum.
Banyak hal yang terjadi pada diri Dewi Motik. Semua
itu merupakan hasil dari deposito pengalaman dan perjuangannya bekerja keras
sejak masih Remaja. Kesuksesan itu juga, membawa Implikasi tertentu, kasus
tuduhan Amerika di atas tadi sebagai salah satu Contohnya. Lepas dari itu
semuanya, banyak hal yang perlu dipelajari dari diri seorang wanita Indonesia
super aktif ini, setidaknya, sebagai bahan perbandingan bagi Remaja putri
khususnya, dan bagi generasi muda umumnya. Sejak umur 14 tahun, Dewi Motik (Sri
puspa Dewi Motik) sudah terbiasa mempunyai uang sendiri. Banyak cara yang
dilakukannya untuk mendapat uang. Contohnya, main sulap. Ketika beliau masih
Sekolah Dasar di Menteng, Jakarta Pusat, bersama teman-teman sebayanya, sangat
menggemari main sulap yang dilakukan oleh seseorang Om dekat sekolah mereka. Om
pemain sulap itu di mata Dewi Motik, luar biasa. “Sudah disenangi orang dapat
duit lagi,” katanya mengenang masa-masa indah itu.
Dewi Motik mendatangi rumah Om itu dan meminta diajari
main sulap. Rahasia om itu merubah sapu tangan menjadi kucing, bunga jadi uang,
akhirnya dengan mudah diketahui Dewi Motik. Dari permainan sulap ini, Dewi
Motik yang lahir 10 Mei 1949 itu, bisa menyenangkan orang sambil mendapat uang.
“Orang tua saya tidak melarang main sulap, asal kegiatan saya itu tidak
melanggar kaidah agama dan tidak menentang norma masyarakat,” ujarnya. Masa
Remaja Dewi Motik penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Bukan saja karena
orang tuanya termasuk kelas menengah ketika itu, tetapi lebih karena apa saja
yang dilakukannya tidak mendapat pengawasan yang berlebihan dari orang tua.
Keinginannya untuk mengetahui bermacam-macam hal, termasuk main sulap di atas,
menyebabkan banyak temannya menyebutkan over acting.
Sejak usia itu, Dewi Motik memang sudah
memperlihatkan jiwa kepemimpinan dan kepeloporan di tengah teman-temannya. Ia
disenangi karena ia bisa memperjuangkan kepentingan teman-temannya, juga karena
ia relatif bisa meminjamkan uang atau mentraktir kawan-kawannya itu. Tidak
sedikit yang membencinya, tetapi alasan membencinya itu, terutama karena Dewi
Motik punya banyak kelebihan. Termasuk kelebihannya meraih simpatik banyak
teman pria sekelasnya. Seringkali sikap Dewi Motik tidak perduli dengan
keadaan, ia melihat laki-laki itu sama saja dengan perempuan, mempunyai otak,
punya tenaga, dan berperasaan. Bukan hanya kaum wnita yang sering kalah
bersaing dengan dia, tetapi juga teman-teman prianya. Apalagi, Dewi Motik
sebagai keturunan orang Palembang, mempunyai kulit putih yang mulus. Sosoknya
yang tinggi semampai disertai dengan geraknya yang menarik dan tidak
berkelebihan, menjadikannya pusat perhatian orang setiap kali ia hadir dalam
sebuah pertemuan. Kecantikannya semakin lengkap dengan rambut panjangnya yang
sampai sekarang dipelihara dengan baik. Itulah sebabnya Ikatan Mahasiswa
Jakarta pada tahun 1968, memutuskan Dewi Motik sebagai Ratu Luwes. Wajar kalau
kemudian banyak pria yang dekat dan menjajal kemampuan merebut hatinya. Tetapi,
baginya, sikap teman-teman pria itu merupakan peluang emas yang perlu
dimanfaatkan. Lalu, ia menawari mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang
positif. Tentu saja, banyak di antara mereka yang patuh.
Kendati mereka termasuk keluarga kaya, tetapi
ayahnya ingin melihat anaknya hidup mandiri. Bisa melakukan apa saja yang
bersifat positif. Ayah Dewi Motik bernama Basyaruddin Rahman Motik, seorang
pengusaha ekspor impor yang terkenal di zamannya. Ia tidak melarang Dewi Motik
mencari duit. Ia sangat mendukung segala macam kegiatan Dewi Motik asal
berkaitan dengan kemajuan dan kemandirian. Praktek semacam inilah yang banyak
memberi warna pada diri Dewi Motik, anak ke-4 dari 9 bersaudara itu. Ketika
Dewi Motik belajar Bahasa Inggris di Kedutaan Perancis, ayahnya senang sekali.
Itulah kelebihan Dewi Motik, di masa remajanya, mampu bicara dalam bahasa
Inggris, Walau pengucapannya masih banyak yang salah.
Belajar dari sikap ayahnya itu, Dewi Motik tidak
setuju pada orang tua yang melarang anaknya cari duit. “Apa salahnya, sambil
Sekolah, juga mencari uang?” Menurut Dewi Motik, anak-anak akan berkembang
cepat apabila bidang yang dipilihnya itu sangat disenangi. Ia menyarankan,
orang tua sebaiknya memutuskan bidang kegiatan yang juga disenangi anak-anak
mereka. Tatkala Dewi Motik berumur 17 tahun, ia mendapat kiriman majalah Remaja
“Seventeen” dari kakaknya (Kemala Motik) yang lagi belajar di Amerika Serikat.
Dalam majalah itu, Dewi Motik melihat satu disain sepatu yang sangat menarik.
Timbul ide untuk membuatnya, lalu, ia pun mencari tukang sepatu. Kebetulan di
belakang gedung SMA-nya (SMA Teladan Setia Budi) ada tukang sepatu. Setelah
mengetahui berapa biaya yang diperlukan. Dewi Motik mengambil tabungannya dan
memberi modal kepada tukang sepatu itu. Dengan modal Ro. 2.500 sepasang, Dewi
Motik sukses menjual puluhan sepatu itu kepada teman-temannya dengan harga Rp.
5.000 sepasang. Ia gembira, karena disain yang dipilihnya disenangi teman-teman
SMA-nya. Ia bangga karena perhitungannya tepat dan mendapat untung yang lumayan
pula.
Di rumah, Dewi Motik suka membantu ibunya memasak.
Mereka memasak kue bersama. Ibu Dewi Motik sering ketemu dengan istri-istri
pegawai kedutaan, terutama kedutaan Amerika Serikat. Dari ibu-ibu itu, Ibu Dewi
Motik mendapatkan pengalaman dan juga mendapat sebagian bahan-bahan kue yang
enak. Suatu ketika, orang Kedutaan minta dibuatkan kue yang enak, Dewi Motik
memanfaatkan kesempatan itu. Setelah mendapat modal, ia pun membuatnya.
Hasilnya Dewi Motik mendapat uang. Ibunya tidak marah. Kegiatan masak memasak
ini dilakukannya terus menerus. Ini pula yang menyebabkan Dewi Motik terpilih
sebagai Ketua Sub Konsorsium Usaha Jasa Boga dan Memasak Depdikbud (1984 – 1987
; 1987 – 1990). Selanjutnya, pada tahun yang hampir bersamaan Dewi Motik terpilih
sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Boga Indonesia Pusat (1987 – 1999). Kebiasaan
Dewi Motik untuk bekerja dan mencari uang sendiri, terus berkembang. Ketika
pekan raya Jakarta yang dua, ia menjadi penjaga salah satu stan di pekan raya
itu. Orang tuanya membolehkannya.
Pada tahun 1970, Dewi Motik mulai dunia universitas
di IKIP Rawamangun. Ia memutuskan jurusan pendidikan, karena baginya profesi
guru itu adalah profesi yang mulia. Apalagi ayahnya pernah menjadi guru di
Taman Siswa. Ketika itu guru sangat terhormat di masa masyarakat. Di kampusnya,
kebiasaan Dewi Motik tak pernah ketinggalan. Ia menjual kue dan sepatu kepada
penghuni dan pengunjung kampus. Setelah menyelesaikan sarjana mudanya, Dewi
Motik memperdalam ilmunya ke Amerika Serikat. Ia mengambil Jurusan Seni Rupa
Florida International University, Miami, USA (1971 – 1974). Ia merantau ke
negeri orang dengan modal take and give. Kalau nggak ada uang cukup dengan
memberi perhatian atau sapaan. Ketemu Satpam, tak ada salahnya kalau di beri
sapaan. Dari Indonesia, Dewi Motik membawa sejumlah souvenir sebagai hadiah
kepada roang-orang disana. Ia merasa bahwa ia orang asing di Negara Paman Sam
itu. Souvenir yang dibawahnya antara lain: patung Bali, perhiasan dari tulang,
manik-manik. Teman-temannya se-asrama sangat suka dan ingin mendapatkan hadiah-hadiah
itu. Dibeli dengan harga berapa pun mereka mau. Keinginan orang-orang Bule itu
merupakan peluang bagi Dewi Motik. Otaknya mulai berputar. Dia jalan-jalan ke
toko-toko yang menjual barang- barang asal Asia yang mirip perhiasan dari
Indonesia. Ia melihat di tempat penjualan souvenir Philipina dan Thailand,
banyak yang mirip. Dewi Motik membeli barang-barang itu, lalu merubah bentuknya
sedikit sehingga mirip dari Indonesia, lalu di jualnya kepada para bule-bule yang
“gila” perhiasan Indonesia itu.
Di kampusnya ia buka pameran barang-barang perhiasan.
Disebutnya “Oriental Bazar” . Pengunjungnya membludak, order banyak yang masuk.
Acara itu sangat sukses. Dari pameran dan bazaar ini Dewi Motik tentu saja
mendapatkan banyak uang.
Ketika musim libur tiba. Dewi Motik mencari
kesibukannya, dia menjadi pelayan di salah satu keluarga di Amerika Serikat. Ia
ingin merasakan bagaimana caranya menjadi pelayan itu. Seumur-umur ia selalu
ditemani pembantu. Sekali-sekali ada keinginannya merasakan bagaimana menjadi
pelayan. Ia bekerja sebagai baby sitter di salah satu keluarga di sana.
Disamping itu Dewi Motik juga pernah menjadi
waitress di Howard Johson Restoran. Di situ ia mendapatkan pengalaman bagaimana
cara orang Amerika menyiapkan makanan. Makanan apa yang sangat mereka gemari,
menjadi pengalaman berharga buat Dewi Motik. Lebih dari itu, ia juga mendapat
duit. Dengan duit itu, liburan ke Eropa (sesuai anggaran dari Ayahnya), bisa
diperpanjang sampai ke Mexico. Ketika ayahnya tahu hal itu, ayahnya tentu saja
kaget.
Ada cerita menarik ketika Dewi Motik menjadi pekerja
sebagai waitress di Howard Johnson Restoran itu. Ia tidak memiliki Social
Security Number (SSN). Mendapatkan itu harus ditest lebih dahulu. Dewi Motik
malas mengikuti prosedur itu karena masih diperlukan biaya dan juga belum tentu
lulus. Dengan modal postur tubuhnya yang tinggi dan warna kulitnya yang putih ia
mencoba membaur di barisan orang-orang Cuba yang mirip dengan dirinya.
Orang-orang Cuba dianggap yang berpengalaman dan pasti sudah punya SSN, itulah
yang menyebabkan Dewi Motik lolos dari pemeriksaan, bisa kerja dan mendapat
dolar yang lumayan.
Dewi Motik sempat 4 tahun di AS, ia menimba banyak
ilmu di sana, ia juga mendapat banyak pengalaman yang berharga. Selang waktu
inilah yang banyak memberi pengaruh pada hidupnya sesudah itu. Tahun 1974 ia
kembali ke Tanah Air. Ia membantu ayahnya, meneruskan usaha ekspor-impor. Dewi
Motik untuk pertama kali menjadi pedagang semen. Ketika itu belum ada pabrik
semen di Indonesia. Ia juga menjadi agen mobil Merk Datsun dan agen sepeda.
Tahun 1974-1975, Dewi Motik menjadi agen semen.
Untuk mengambil semennya, ia mondar mandir menjumpai Pak Onggok dari PT Ratu
Salju ke Pluit. Denga pakaian blue eans dan mengendarai mobil pick up, Dewi
Motik masuk ke daerah penjualan semen yang asal Korea itu. Rata-rata yang
kesana adalah keturunan Cina. Dewi Motik dianggap Cina. Ia juga memang
pura-pura jadi orang Cina. Karena ia pada bulan Ramadhan melakukan ibadah
puasa, maka ia dipanggil Mualaf Cina yang masuk Islam. Ketika itu ia agak sedih
mendengar istilah itu.
Dalam kegiatannya sebagai pedagang itu, Dewi Motik
masih menyempatkan dirinya ikut kegiatan persatuan Wanita Indonesia. Juga ikut
kadin. Ayahnya kemudian meninggalkan bisnis ekspor-impor, berpindah ke bisnis
sewa menyewa rumah. Sehingga Dewi Motik mesti lebih konsentrasi pada bidang
eksport-impor itu.
Rupanya kegiatan di atas belum cukup buat Dewi
Motik, ia juga menyisihkan waktunya untuk mengajar di lembaga pendidikan milik
Ikaran Sarjana Wanita Indonesia. Belakangan, di beberapa tempat lain ia juga
mengajar. “Sayang kalau ilmu ini tidak dibagi-bagi buat orang lain,” ujarnya.
Dampak dari pikiran dan sikapnya itu. Dewi Motik
diminta sebagai pembicara dibanyak forum. Ratusan kali ia menjadi pembicara di
berbagai seminar. Ia biasanya mengulas masalah kewiraswastaan, kemandirian,
etika berbusana, dll. Bahkan pernah sekali ia diminta oleh Kedutaan Belanda
untuk menghadiri seminar di Curasao, Amerika latin, bekas jajahan Belanda.
Mereka berangkat kesana selama 36 jam perjalanan. Capek sekali. Tiba di Curasao
pukul lima pagi waktu setempat.
Sehubungan dengan penampilan Dewi Motik di berbagai
forum sebagai speaker, mengharuskan ia memakai pakaian dengan model-model
menarik dan maju. Akibatnya ia jadi panutan. Sebelum itu, pada tahun 1974, Dewi
Motik pernah dinobatkan sebagai Top Model of The Year oleh sebuah Yayasan
pengembangan mode.
Tahun 1976, Dewi Motik bersama kakaknya Kemala
Motik, melakukan sebuah terobosan yang sangat penting bagi kaumnya. Mereka
mendirikan wadah bagi pengusaha wanita. Mereka sebut Ikatan Wanita Pengusaha
Indonesia (IWAPI). Melalui lembaga ini, mereka ingin menjalin kerjasama antara
sesama pengusaha wanita Indonesia. Di samping itu, mereka juga mencoba
meningkatkan ketrampilan mereka sebagai pengusaha, sambil mengajak lebih banyak
lagi wanita lainnya untuk bekerja dan mencari nafkah serta berusaha memperluas
kesempatan kerja bagi orang lain.
Kesibukannya sebagai pengusaha, keaktifannya sebagai
pengajar, dan tugasnya sebagai pimpinan organisasi, mengharuskan Dewi Motik
selalu berusaha mempersiapkan sesuatu sebelum acara atau peristiwa terjadi.
Mulailah ia terbiasa membuat skedul kerja, membuat rencana kerja, membuat
tulisan makalah dan penjelasan tertulis. Kebiasaan baru ini, mengantar beliau
untuk menjadi seorang penulis. Maka dari tangannya, keluarlah sebuah karya
tulis. Yang pertama; Cintaku Tuhanku (kumpulan sajak). Dua, Yang sopan yang
santun. Etika berbusana dan pergaulan pada umumnya, adalah bukunya yang ketiga.
Ia mengaku bahwa rampungya tulisan itu, sangat
dibantu oleh 2 rekan wartawati, Titi Juliasih dari Mutiara dan Mary Zein dari
Kompas. Baginya, wartawan sangat bermakna. Ia adalah ibarat ajinomoto dalam
makanan kita. Tanpa wartawan dengan karya-karya tulis mereka rasanya kehidupan
belum pas. Atas komentarnya, ia mendapat kiriman 1 karung ajinomoto. Dewi Motik
masih mampu menyisihkan waktunya untuk menulis di banyak media, di Pelita,
Surabaya Post, Famili, Femina dan beberapa media lainnya.
Aktivitasnya sebagai pengusaha, sebagai guru dan
penceramah, aktifis organisasi, penulis buku dan kolumnis beberapa media,
menyebabkan Dewi Motik dikenal secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat.
Beberapa tahun kemudian, sebuah lembaga menobatkannya sebagai Wania Karir Ideal
tahun 1977. Empat tahun sesudah itu, ia dinobatkan sebagai wanita popular.
Kesenangannya memakai busana yang baik dan sopan setiap hari, mendorong dia
menulis etika berbusana di atas, dan karena kegiatan itu pula ia terpilih
sebagai wanita berbusana terbaik tahun 1983. Enam tahun sesudah itu. Dewi Motik
terpilih sebagai wanita executive berbusana terbaik.
Dewi Motik amat menjaga tata kesopanan, ia tahan
kerja keras dari pagi hari sampai tengah malam. Kalau sudah capek, ia juga bisa
tidur dimana saja, sepanjang tidak mengganggu situasi. Ia mengaku bisa tidur
pulas bila sedang dalam penerbangan dari Amsterdam-Singapur.
Kini, ia bersama suaminya tercinta sangat bahagia
dengan 2 putera puteri mereka. Anak pertama bernama Moza kelas III SMA sedang
anak yang dua adalah Adimza kelas I SMP Al Azhar. Suaminya, Pramono Soekasno,
dikenalnya sejak mereka masih SMA, lewat acara Pesta Dansa Barata. Pria kekar
turunan Solo itu bekerja di Pertamina. Mereka pacaran selama 9 tahun dan
akhirnya kawin 9 Mei 1975.
Tahun 1977, Dewi Motik menjadi Ketua Iwapi Jaya. Kiatnya
memimpin wanita pengusaha di DKI adalah dengan pendekatan kebawah. Kalau ada
pengurus dan anggota yang sakit. Dewi Motik mengajak yang lain untuk membesuk.
Demikian juga kalau ada acara pribadi pengurus dan anggota, yang lain mesti
datang. Pendekatan selanjutnya adalah melakukan rapat di rumah atau di tempat
usaha pengurus atau anggota. Hal ini penting, yang di datangi mendapat
kehormatan karena orang datang ke rumahnya atau ke tempat usahanya. Pengurus
langsung mendapat laporan tentang perkembangan dan kelemahan usaha anggotanya.
Keuntungan lain: biaya pertemuan tidak masuk beban organisasi.
Pada umurnya yang ke 33, tahun 1982. Dewi Motik
terpilih sebagai Ketua Umum IWAPI. Dalam memimpin organisasi, ia tidak suka
marah, tapi sangat sedih kalau generasi muda itu tidak mau belajar dan sukanya
santai saja. Banyak generasi muda di mata Dewi Motik agak kurang memberi perhatian
untuk merancang masa depan mereka.
Sebagai contoh, ia sedih pada generasi muda yang
bekerja sebagai pemborong gedung IWAPI berlantai 4 itu. Gedung bernilai 750
juta itu tidak dikerjakan dengan baik. Tehelnya nggak lurus, plafonnya juga
banyak yang bengkok. Sudut-sudut betonnya terlihat kurang rapi, catnya tidak
merata.
“Padahal gedung ini merupakan pusat kegiatan IWAPI,
pusat pendidikan dan latihan IWAPI, juga tempat beroperasi koperasi IWAPI.
Kalau mereka tidak sukses mengerjakan gedung ini, bagaimana orang lain bisa
mempercayakan mereka membangun gedung baru lagi,” tambah Dewi Motik agak emosi.
Setelah tamat dari IKIP tahun 1985, Dewi Motik langsung ambil S2 tahun 1988 ia
terpilih sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Pusat. Dia satu-satunya wanita disitu. Ia
tidak merasa risih, karena baginya pria atau wanita sama saja. Nilai ini juga
berlaku dalam keluarga mereka, posisi laki-laki sama dengan wanita. Tokoh
wanita yang jadi idolanya tidak ada. Yang ia kagumi hanya Nabi Muhammad. Kalau
pun ada tokoh Kartini, kehebatannya sebetulnya hanya pada penalarannya, ujar
Dewi Motik. Menurutnya, Kartini mempunyai kelebihan untuk memprediksi apa yang
akan terjadi jauh ke depan, seperti Alvin Tofler si peramal dari Amerika
Serikat itu.
Peristiwa penting dalam sejarah kewiraswastaan Dewi
Motik, terjadi tatkala Rombongan Delegasi Perdagangan Indonesia berangkat ke
Eropa. Dalam rombongan yang dipimpin oleh Menteri Prof. Dr. Soemarlin, Dewi
Motik ikut melihat pabrik garment di kota Manchester, Inggris. Ia melihat bahan
pabrik garmen seperti itu bisa juga dibuat di Indonesia. Sekembalinya dari sana
ia langsung membangun pabrik garment di tanah mereka yang kosong di Pulo Gadung
(1981), PT Arrish Rulan. Perusahaan yang memproduksi jeans dan jacket ini
berdiri di atas tanah seluas 5.000 m2, mempekerjakan karyawan 700
orang.
Tujuh tahun kemudian ia juga bersama keluarganya
yang lain membangun pabrik garment yang dua di Tanjung Priok (PT Fauzi Dewi Motik). PT ini memiliki
karyawan 300 orang. Bangunannya adalah gudang yang tidak dimanfaatkan
sebelumnya. Luas tanahnya 5000 m2.
Atas kegiatan usahanya itu, diikuti dengan
keaktifannya sebagai pembicara di berbagai forum, dan tulisan-tulisannya.
Presiden RI Jenderal (purn) Soeharto, atas nama pemerintah menyerahkan
penghargaan kepada Dewi Motik sebagai “Orang Muda Yang Berkarya”. Tepat pada
Upacara puncak HUT Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1988 di Balai Sidang Jakarta.
Makin banyak usahanya, makin intensif kegiatannya, ia
juga mendapat untung yang semakin banyak, tapi ia merasa ada yang belum beres. Ia
berpikir kurang bagus kalau hanya menerima saja, sebaiknya memberi juga
diintensifkan. Lalu, pada HUT yang ke 40 tahun 1989, Dewi Motik mendirikan De
Mono. Sebuah lembaga pendidikan ketrampilan dan kewiraswastaan yang komplit.
Bersama Arleen Djohan wirawan, SH menyiapkan semua
keperluan sekolah itu. Tepat hari ulang tahunnya, 10 mei 1989, Gedung De Mono
yang berlantai IV itu diresmikan oleh Menteri Perdagangan RI, DR Arifin
Siregar. Ketika itu banyak pengusaha terkenal hadir, seperti Bob Sadiro, dll.
Artis juga banyak yang hadir, acaranya sendiri dipandu Koes Hendratmo. Tentu
saja, sebagian besar pengurus IWAPI datang.
Mata pelajaran pada lembaga pendidikan ini antara
lain: kerja praktek dalam merintis pembukaan usaha di bidang perdagangan dan
ekonomi, kepemimpinan, kewiraswastaan, pemasaran, perpajakan, perbankan,
psikologi, dll. Mata pelajaran itu, diteruskan acara tatap muka dengan
pengusaha nasional terkemuka dan pimpinan bank-bank pemerintah dan swasta.
Nama De Mono adalah singkatan dari namanya dan nama
suaminya. De-wi Motik dan Pra-mono. Dan istilah De Mono ini adalah nama Dewi
Motik dalam surat cintanya setiap kali mengirim kepada mantan pacarnya Pramono
puluhan tahun yang lalu.
Ide pendirian De Mono pada awalnya timbul karena
sebelumnya Dewi Motik sering mendapat surat cinta. Banyak sarjana yang minta
pekerjaan padanya. Bahkan banyak orang tua yang suka nitip anaknya dicarikan
pekerjaan. Awalnya senang bisa bantu cari kerja. “Tetapi lama-lama nggak enak
lagi, kewalahan,” uangkapnya kesal.
Dewi Motik pernah memberi ceramah di tengah-tengah
200 sarjana pengangguran. “Ketika itu saya tergerak untuk mencari pekerjaan
buat mereka, tapi pekerjaan apa, dan mereka bisa apa?” gumam Dewi Motik dalam
hati. Di Iwapi punya pengalaman mendidik ibu-ibu untuk menjadi pengusaha kecil.
“Kalau ibu-ibu RT saja bisa, masa sih sarjana tak bisa?” bisik Dewi Motik
memperkuat sikapnya mendirikan sekolah kewiraswastaan.
De Mono kini telah melepaskan hampir 1000 orang
alumninya. Sebagian besar telah berhasil pula membuka usahanya. Mereka sering
mengundang Dewi Motik untuk meresmikan pembukaan usaha mereka itu. “Adalah
kebahagiaan tersendiri bagi saya ketika saya sedang meresmikan usaha rintisan
alumni De mono,” ungkap Dewi Motik penuh kebanggan.
Kunci untuk bisa sukses sebagai seorang wiraswasta
menurut Dewi Motik, harus mampu merubah mental lebih dulu. Sesudah itu, berani
mengambil risiko. Lalu, risiko itu diperkecil. Untuk itu, secara terus menerus
harus mencari peluang, dan Action “Bila pipi kiri benjol, kasih pipi kanan.
Kalau sudah lihat tembok jangan benturkan kepala. Kalau juga mau, itu namanya
goblok,” ujar Dewi Motik. Memulai sesuatu dengan positivie thinking dan
mempunyai keyakinan sukses adalah nilai-nilai yang selalu diajarkan Dewi Motik
kepada anak didiknya.
Akhir September 1991 yang lalu, Dewi Motik diminta oleh
Panitia Peringatan HUT HP PLSM yang ke XIV untuk berbicara di depan para
pimpinan PLSM di Gedung YTKI. Menurut Dewi Motik, inti kewiraswastaan ada 2.
Pertama, harus mempunyai jati diri, yakin akan kemampuan sendiri, tahu ke arah
mana mau dituju, tidak malas, tidak cepat marah, dan kerja keras. Dua,
inovasi/kreatif, harus berani memulai, mampu menghasilkan yang baru.
Kalau sudah memiliki dua inti kewiraswastaan itu,
kata Dewi Motik dalam ceramahnya yang dimoderatori oleh Ketua Umum HP PLSM itu,
maka turutilah pedoman di bawah ini. Buatlah program yang sederhana, praktis
dan jelas. Persiapkan semua strategi dan kiat-kiat. Action secepatnya. Jangan
lupa kerjasama dengan orang lain. Sekali-sekali jadi anak buah, mau mendengar
orang lain. Learning by doing. Antisipasi semua gejala perubahan, jangan
statis. Disiplin diri, konsisten. Untuk memecahkan masalah, berfikirlah secara
bergantian dari mikro ke makro atau sebaliknya.
Dalam perjalanan hidupnya. Dewi Motik selalu
merasakan kesenangan dan kesedihan silih berganti. “Itulah kehidupan,” katanya.
Ia mengaku banyak sekali problem yang ia jumpai sehari-hari. Ia selalu
mengambil sikap tenang. Lalu berfikir mencari pemecahan yang paling baik. Tapi
sehebat-hebatnya risiko yang ia hadapi ia tak pernah gentar, ia hanya takut
sama Tuhan.
Ketika ia masih SD, secara terpaksa harus membawa jenazah yang berdarah-darah.
Karena familinya itu mati dalam kecelakaan perjalanan semobil dengannya. Ia
hadapi situasi itu, dan ia sendiri lolos dari musibah itu. Pengalaman yang
cukup mencekam itu sangat membekas dalam ingatannya. Dalam situasi apa saja dan
dimana saja, sesuatu yang fatal bisa terjadi pada diri kita, katanya. “Yang
iri, yang benci, yang marah dan yang ingin mencelakakan kita kemungkinan ada,
tapi kalau kita sudah menyerahkan diri kepada Tuhan, mengapa kita mesti takut?”
tanya Dewi Motik. Toh kehidupan kita, kemampuan kita ini, adalah pinjaman dari
Tuhan, ungkap Dewi Motik agar berkhotbah. “Kalau ada masalah, segera lapor
Tuhan dan cepat mengambil keputusan, itulah kebiasaan yang baik,” ujarnya.
2 tahun lalu, kuota ekspor garment dilarang masuk
AS, ia menderita kerugian. Lalu bersama pengusaha garment lainnya mereka bekerjasama
dengan pemerintah mencari pemecahannya. Sekarang sudah tak ada masalah kuota
lagi. “Untuk meraih sukses, kita harus kreatif, lalu menyusun konsep sederhana
dan praktis, terus action,” ujar Dewi Motik mengungkapkan kitanya mencapai
keberhasilan. “Jangan bikin ruwet, capek, jangan lama-lama, peluang bisa
hilang,” pesannya kepada orang yang menanyakan apa yang dibutuhkan untuk
memulai berusaha.
Peristiwa yang baru menghadangnya, adalah terbitnya
post card dengan kata-kata yang sangat merugikan dirinya. Fotonya ditaruh di
post card itu, dituduh sebagai anti kenaikan upah buruh oleh seorang Amerika.
Menghadapi ini, Dewi Motik mengambil sikap tenang. Sebab, ia sendiri tidak
paham apa maksud orang Amerika itu. Apakah ini persoalan politik global atau persoalan
pribadi, tak jelas. Sampai sekarang, Dewi Motik belum bisa mengetahui apa
tujuan pembuatan post card itu, dan siapa yang merekayasanya. Banyak pihak yang
menganjurkannya ke pengadilan. Tetapi, Dewi Motik masih mengambil sikap tenang.
“Ini bukan peluang bisnis, jadi tidak perlu actionnya cepat,” ujarnya memberi
keterangan.
Akhirnya ia membawa persoalan itu ke pengadilan
setelah dipikirkan secara matang. Banyak pejabat mau berdiri di belakangnya tetapi,
karena si Amerikanya minta maaf, Dewi Motik merencanakan pembatalan tuntutan
itu. “Orang yang minta maaf perlu dimaafkan,” kata Dewi Motik sambil mengutip
ucapan seorang nabi.
Satu-satunya yang paling membahagiaan dalam hidup
Dewi Motik adalah melahirkan anak. “Itulah puncak kebahagiaan yang pernah saya
rasakan,” ujarnya.
Dewi Motik adalah pribadi yang suka pragmatis,
senang yang praktis. Ia kini sedang menggeluti S2 Program Strategi di UI. Dalam
kaitannya sebagai praktisi ia berkeinginan mempelajari konsep-konsep yang
praktis. Perang gerilya misalnya sebuah konsep keilmuan di bidang militer yang
sangat praktis, tidak terlalu teoritis. Sering melakukan Hit and Run.
Teman-temannya dunia universitas, berpangkat Letkol dan Kolonel dari angkatan
bersenjata. Tak usah heran kalau kini Dewi Motik bergelut dengan buku-buku Mao
Tse Tung, Buku Pak Nasution tentang Perang Gerilya.
Prinsip Dewi Motik, kalau melihat orang lain punya
kelebihan jangan iri. “Kita harus belajar untuk bisa mendapatkan; seperti yang
mereka dapatkan. Sistem pendidikan di departemen Hankam misalnya, memberi hasil
yang baik. Mayoritas pimpinan terbaik bangsa ini lahir dari pendidikan militer.
Kita jangan iri. Kita buat yang sama, kita kerja keras dan tingkatkan
disiplin,” ujarnya. Pernyataan Dewi Motik memang ada benarnya. Kalau diperhatikan,
sistem rekruitmen kepemimpinan nasional, memang banyak muncul dari kalangan
militer. Kelebihan mereka antara lain, tidak neko-neko, mampu berpikir
sistematis, punya visi, daya tahan fisik cukup kuat, dan memiliki sense of joke
(rasa humor). Hari-hari Dewi Motik yang penuh dengan kesibukan itu, selalu diawali
dengan baca koran di pagi hari. “Saya gelisah kalau tak baca koran di pagi
hari,” ujarnya. Hobby lain: nonton TV dan berenang. Kalau musim libur, Dewi
Motik sekeluarga sering berlibur ke luar negeri. Bila ada rapat atau konferensi
di Bali misalnya, Dewi Motik juga sering mengajak keluarga ke sana, sekalian
liburan. Dewi Motik mengaku suaminya cukup pengertian. Baginya, sesibuk-sibuk
istri, bila selalu menghargai suami dan memberi pengertian, tidak akan ada
masalah. Kendati demikian, tokoh wanita yang paling sering muncul di media
massa itu, mengungkapkan: tidak ada suami istri yang cocok 100%.
Antara segala macam kegiatan dengan masalah
keluarga, sering bertolak belakang. Kadangkala, setiap orang diharuskan untuk
menentukan pilihan. Bila kenyataan yang sama ditemui Dewi Motik dalam
kehidupannya sehari-hari, ia melakukan dengan skala prioritas. Sebagai contoh,
ketika ada pertemuan penting di kantornya, padahal, pada ketika yang sama
ibunya dikabarkan sakit, dan akan dioperasi, aktivis Muhammadiyah ini harus memutuskan
meninggalkan pertemuan penting menyangkut kariernya itu. Sebab, posisi orang
tua baginya adalah segala-galanya. Sedangkan pertemuan tadi masih bisa
terulang, atau resikonya tidak separah kalau ia tidak membesuk ibunya.
Sebaliknya, ketika anaknya sakit, padahal ia harus
memimpin delegasi Indonesia yang menghadiri pertemuan pengusaha wanita di India,
Dewi Motik memutuskan Berangkat ke pertemuan yang dibuka oleh Perdana Menteri
India, Almarhum Indira Gandhi itu. Bukan karena tega atau tidak sayang anak,
tapi hal ini didiskusikan dulu dengan suaminya, setelah setuju ia lalu pergi
menunaikan tugas negara dalam memperluas cakrawala pengusaha wanita Indonesia
itu.
Alasan Dewi Motik kenapa menekuni dunia pendidikan –
mengajar, berceramah, menulis – dan dunia wiraswasta, karena Bangsa Indonesia
sangat tertinggal bila dibanding dengan negara maju, dalam berbagai bidang,
“Persaingan semakin ketat, dunia pengetahuan dan teknologi berkembang dengan
pesatnya. Kita harus berlari semakin cepat,” ujarnya.
Caranya menurut Dewi Motik: pendidikan ditingkatkan
dan harus dibuat gratis, agar strata pendidikan masyarakat kita relatif merata.
Akhirnya mereka bisa mencari nafkah sendiri tanpa harus menyandang gelar
pengangguran lebih dulu, tambahnya. Untuk mengatasi pengangguran, katanya,
sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dunia wiraswasta harus digiatkan
terus menerus. Rakyat mesti dianjurkan menciptakan lapangan kerja bagi dirinya
sendiri dan bagi orang lain, tambah Dewi Motik. Menurutnya, membangun perekonomian
dari sebuah bangsa lebih baik dimulai dari yang kecil, lalu didorong menjadi
yang besar. Itu semua, lanjut Dewi Motik, sangat tergantung pada political will
pemerintah.
Dewi Motik mengambil contoh AS dan Jepang, mereka
itu sangat berkepentingan membantu pengusaha kecil mereka, baik bantuan modal,
perlindungan hukum dan berbagai insentif lainnya. Dewi Motik mengaku bahwa
Indonesia mempunyai kebijakan yang sama, Kredit Usaha Kecil (KUK) misalnya, tetapi
hal itu, harus ada perbaikan dan konsistensinya.
Terpilihnya Indonesia sebagai Pelaksana Konferensi
Tingkat Tinggi negara-negara Non Blok, menurut Dewi Motik merupakan pertanda
bahwa Indonesia termasuk negara aman di Asia Tenggara. Katanya: itu adalah
peluang, sebab banyak negara luar tidak begitu kenal Indonesia, boro-boro mau
berinvestasi. Setiap investasi memerlukan perencanaan menyeluruh, selain faktor
keamanan di atas, potensi sumber daya alam, pasar, tenaga kerja, dll juga perlu
diperhatikan. “Tenaga kerja atau buruh adalah merupakan kekuatan dari sebuah
badan usaha atau industri,” ujar Dewi Motik. Karena itu, lanjutnya, buruh harus
diberi perhatian seperlunya, kalau tidak perusahaan tempat buruh itu bekerja
bisa rusak programnya.
Dewi Motik memang luar biasa sibuk. Dalam
kapasitasnya, sebagai Direktur Utama Restoran Manari – restoran theaterical
pertama dan terbesar di Jakarta – dengan pengalaman jasa boga sebelumnya. Dewi
Motik terpilih sebagai Ketua Umum IKABOGA periode 1990 – 1993. Dalam Festival
Istiqlal yang baru lalu, Dewi Motik termasuk salah seorang panitia perancang
dan pelaksananya. “Nafas Islam adalah
nafas yang paling mendasar dalam memberi pengaruh pada pembangunan di Indonesia,”
katanya memberi alasan keterlibatannya pada festival itu. Kegiatan bernafaskan
Islam memang menjadi bagian kegiatan yang digeluti Dewi Motik sehari-hari.
Bahkan, ia juga termasuk pimpinan Yayasan Motik – sebuah Yayasan yang mengelola
Sekolah Al Rahman (TK dan SD Islam di Kuningan). Tujuan Yayasan ini: Syariah
Islam di bidang pendidikan bagi bangsa dan negara.
Dalam rangka meningkatkan pendidikan Remaja putri,
sekaligus mengembangkan sektor pariwisata dan dunia usaha lainnya. Dewi Motik
sejak 1981, mendirikan Yayasan Putri Ayu. Yayasan yang dipimpinnya ini, telah
menyelenggarakan 11 kali lomba putri ayu yang memperebutkan piala Ibu Tien
Suharto. Pemenang yang ke 11, tahun 1991 ini, adalah seorang mahasiswa sebuah
institut ternama di Jakarta. Tahun depan, kalau tidak ada halang melintang,
gadis keturunan Dayak itu – suku pedalaman Kalimantan – akan mengikuti Miss
Universe di Bangkok.
0 Response to "Kisah Sukses DEWI MOTIK PRAMONO "
Post a Comment
Terimkasih telah berkunjung dan berkomentar. mohon untuk berkomentar yang baik, sopan, tidak SARA, dan tidak berkomentar berupa link aktif maupun tidak aktif. Mohon apa bila ada link yang rusak atau bermasalah untuk melaporkan, agar bisa segera di perbaiki.